Monday 31 October 2016

[Japan] 思春期ごっこ/ Shishunki Gokko/ Finding The Adolescence


Judul: 思春期ごっこ/ Shishunki Gokko/ Finding The Adolescence
Sutradara: Raita Kuramoto
Penulis Naskah: Kazuomi Makita & Raita Kuramoto
Produser: Kenji Seki, Sota Yoshio
Sinematografi: Masayuki Nakazawa
Tanggal Rilis: August 23, 2014
Durasi : 90min.
Distributor: Is.Field                                      
Pemain:
Honoka Miki - Takane Hasumi
Misato Aoyama - Mika Tsujisawa
Yukie Kawamura - Namie Hanaoka
Rina Aizawa - Koto Ando
Risako Ito - Sonoko Miura
Karin Ogino - Ayumi Sugai
Akihiro Mayama - Ikuo Mizuki
Syo Oyamada
Junpei Hashino                            

Pembukaan:
                Finding The Adolescence atau Shishunki Gokko adalah sebuah film yang mengisahkan hubungan dua orang bersahabat, Takane dan Mika, yang justru merenggang setelah Mika bertemu dengan novelis favoritnya, Namie. Film ini dibintangi oleh Honoka Miki, Misato Aoyama, dan Namie Kawamura. Film Finding the Adolescence sendiri disutradarai oleh Raita Kuramoto.

Isi:

                Takane dan Mika telah menjalin persahabatan selama lebih dari 10 tahun. Takane kelak ingin menjadi seorang pelukis, sementara Mika bercita-cita menjai seorang novelis. Tanpa Mika sadari, Takane menaruh hati padanya. Setiap pulang sekolah, Takane melukis Mika di ruang seni. Mika selalu duduk membaca buku yang sama, karangan novelis favoritnya sementara Takane melukis dirinya. Kegiatan itu selalu berlangsung setelah sekolah berakhir, hingga Mika bertemu dengan Namie.
                Mika hendak meminjam novel karangan novelis favoritnya ke sebuah toko buku. Karena salah satu novel yang ia cari tidak ada di sana, si pustakawan menawarkan novel koleksi pribadinya untuk dipinjam oleh Mika. Sejak saat itu Mika makin sering mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku. Suatu hari, si Pustakawan bertanya apakah Mika bersekolah di Akademi Masaya. Ternyata si pustakawan merupakan lulusan dari akademi yang sama. Karena celetukan salah saeorang atasan pustakawan tersebut, Mika tahu bahwa selama ini ia telah menemukan novelis favoritnya, Namie Hanaoka.
                Sejak saat itu Mika semakin jarang bertemu dengan Takane. Ia lebih sering pergi ke perpustakaan untuk berbincang dengan Namie. Takane semakin merasa kehilangan.
                Namie dituntut oleh atasannya untuk membuat sebuah dongeng untuk anak-anak. Sampai tenggang waktu yang diberikan, ia tidak kunjung mendapatkan insipirasi. Akhirnya dia menggunakan cerita milik Mika untuk dibacakan di acara membacakan dongeng yang diselenggarakan oleh perpustakaan tempatnya bekerja. Mika yang telah membatalkan janjinya dengan Takane justru merasa sangat kecewa ketika mengetahui dongeng karangannya dijiplak oleh Namie.
                Sejak Mika membatalkan janjinya dengan Takane yang justru membuatnya sakit hati karena karyanya ternyata dijiplak, hubungannya dengan Takane semakin merenggang.  Takane menjadi lebih emosional dan sikap mika menjadi lebih dingin. Hubungan persahabatan mereka kian memburuk ketika Takane mengungkapkan perasaan yang sebenarnya terhadap Mika.
Kelebihan:
                Meski film ini hanya diperankan oleh beberapa karakter hingga lebih mirip film pendek daripada film layar lebar, setiap pemeran dapat merepresentasikan karakter setiap tokohnya dengan baik. Takane digambarkan sebagai seorang gadis posesif yang memiliki obsesi besar terhadap Mika. Tatapan matanya yang selalu diliputi oleh kekecewaan keinginan yang terpendam. Kenyataan bahwa Mika hanya menganggapnya tidak lebih dari sekadar sahabat membuat Takane bertahan, sebelum Mika mulai mengenal Namie dan  menciptakan jarak di tengah persahabatan mereka.
                Mika digambarkan sebagai seorang gadis periang yang tidak menyadari perasaan Takane terhadapnya. Ia terlihat sangat mengidolakan Namie. Ia sangat berharap bisa dekat dengan novelis favoritnya sampai ia merasa sangat kecewa saat ternyata Namie menggunakan ceritanya. Ia mulai kehilangan kepercayaan terhadap Namie. Sejak saat itu wajah Mika selalu diliputi kekecewaan yang mendalam. Sikapnya terhadap Takane juga semakin dingin.
                Dalam cerita ini Namie digambarkan sebagai seseorang yang sering gugup dan merasa minder. Ia mendapat banyak tekanan dari rekan kerjanya di perpustakaan, tempatnya bekerja setelah berhenti menulis novel. Ketika ia diminta membuat dongeng, ia memutuskan untuk merevisi beberapa bagian cerita yang Mika tunjukkan kepadanya untuk dibacakan di acara membacakan dongeng.
                Beberapa bagian ditampilkan dengan sangat apik. Seperti adegan di ruang seni, adegan di kolam renang saat Takane mengungkapkan perasaannya, dan adegan ketika Mika sangat kecewa setelah mengetahui karyanya dijiplak.
                Cerita ini membuat saya mencintai sekaligus membenci karakter-karakternya. Takane terlihat sangat menyedihkan karena hanya bisa memendam perasaannya kepada Mika selama sepuluh tahun dan malah kemudian ditolak, dan dipenuhi obsesi yang sangat besar untuk memndominasi Mika. Mika yang menyatakan secara terang-terangan kepada Takane bahwa perasaan yang dimiliki oleh sahabatnya itu sangat menjijikkan, namun justru pada akhirnya mendatangi Namie dan terlihat seakan ia memendam menyimpan perasaa terhadap Namie. Dan Namie yang terlihat sangat gugup dan seperti putus asa setelah berhenti menulis novel.
                Sudut pengambilan gambar dalam film ini sangat bagus. Cara merekam lorong-lorong, ruang seni, dan orang yang sedag menunggu sangat bagus. Pencahayaannya juga diperhitungkan dengan matang untuk membangun suasana. Misalnya ketika suasana suram cahaya menjadi lebih redup. Meski kadang terasa aneh karena pencahayaannya bisa menjadi cerah dan redup secara tiba-tiba.
                Musik yang diputarkan di sini sering terasa suram dan membuat alur cerita terasa lambat. Di sisi lain musik ini sangat sesuai karena semua karakter dalam film ini memang digambarkan memiliki kesedihan dan kekecewaan yang mendalam terhadap hal-hal tertentu. Musik yang diputar seakan semakin menonjolkan perasaan kecewa tersebut.

Kekurangan:
                Ada beberapa adegan yang aneh dan kadang terkesan dipaksakan. Misalnya saat Takane memutuskan untuk tidak ikut pelajaran berenang karena Mika sedang sakit dan tidak bisa mengikuti pelajaran tersebut. Penulis cerita ini seakan ingin menunjukkan perhatian Takane terhadap Mika yang justru membuat penonton bertanya-tanya, “kenapa Takane tidak ikut pelajaran? Apa karena sakit? Atau apa?” Bahkan saya tidak mengerti mengapa Takane tidak memiliki pakaian renang, dengan alasan ia tidak bisa berenang. Apa seorang siswa boleh tidak mengikuti pelajaran selain karena alasan sedang sakit?
                Setelah Takane pindah sekolah, Mika menjadi dekat dengan Hagi, seorang siswa teladan yang juga suka membaca buku. Adegan saat mereka sama-sama membaca buku di perpustakaan terkesan canggung dan tidak perlu.
                Setelah Mika menolak perasaan Takane di kolam renang, ia berjalan di bawah kucuran shower yang menurut saya aneh. Mengapa shower menyala di malam hari padahal tidak ada yang menggunakannya untuk mandi? Padahal yang sedang ada di sana hanya Takane dan Mika. Itupun Takane sudah berada di kolam renang sejak awal dan Mika datang dalam keadaan kering. Tapi ia melewati ruang shower saat kembali dan keran shower sudah menyala deras.
                Di akhir cerita, Takane pindah dari Akademi Masaya dan tidak lagi pernah menghubungi Mika lagi, begitupun sebaliknya. Mika menjalani kehidupannya di akademi seperti biasa dan Takane tetap mengikuti kelas melukis meski liburanmusim panas telah berakhir. Yang membuat akhir cerita ini terasa kurang lengkap karena keberadaan Namie tidak disebutkan. Entah ia tetap bekerja di perpustakaan atau tidak, Namie tidak pernah muncul lagi setelah Mika bertandang ke apartemennya dalam keadaan basah kuyup setelah Takane mengungkapkan perasaannya.
                Alurnya cukup mudah ditebak seperti kebanyakan film bertema girls’ love. Kedua tokohnya akhirnya berpisah, entah karena kecelakaan, lingkungan, atau demi menjaga perasaan masing-masing. Jadi bagi yang mengharapkan sebuah akhir yang bahagia karena tokoh utamanya bisa bersatu, film ini bisa dikatakan tidak memenuhi standar itu.       

Penutup:
                Secara garis besar, film ini menunjukkan bahwa kehidupan tidak selalu berjalan sesuai keinginan, terutama ketika keinginan tersebut berhubungan dengan perasaan orang lain. Selain itu, idola mungkin terlihat sangat indah jika dipandang dari sudut pandang kita. Namun sebenarnya, idola tak ubahnya pelangi yang terlihat indah dan menakjubkan dari jauh. Ketika didekati, pelangi tak ubahnya titik-titik air biasa. Dan lebih mirisnya lagi, warna-warna pelangi tak pernah bisa ditangkap, hanya bisa dilihat sekilas lalu hilang seiring berhentinya hujan.
               
Sinematografi: 8/10
Akting pemeran: 7.5/10
Plot: 6/10